Jumat, 11 November 2011

Kue - kue Khas Palembang






Ketan Srikaya





kue maksuba
 
 
 
 

Lapis Kojo





Bolu Kojo
 
 
 
  

Kue 8 Jam
 
 
 

Engkak Ketan
 
 
 
  

Pempek Tampah
 
 
 
 

Ketan Srikaya
 
 
 
 

Martanbak mini
 

Lezatnya Mie Celor 26 Ilir Palembang

Mie Celor 26 Ilir Palembang

Meracik Mie Celor

Mie Celor

Bagi masyarakat Palembang ataupun yang pernah berkunjung ke Palembang, tentunya mengetahui Rumah Makan 26 Ilir HM Syafei, yang menyediakan menu khusus mi celor di Palembang, sebenarnya boleh disebut warung kecil karena hanya menyediakan sembilan meja. Meski begitu, kala musim liburan tempat ini bisa menjual hampir seribu piring mi celor dalam sehari.

Mi celor memang tak hanya ada di Kota Palembang, tetapi hampir di semua kota di Pulau Sumatera, seperti Jambi dan Lampung. Namun, di Palembang, mi celor menjadi makanan khas, nyaris sepopuler pempek.

Terutama saat musim liburan karena banyak orang Palembang yang pulang kampung, pada saat itu mi celor jadi menu wajib selain pempek. Tak hanya masyarakat biasa yang menyantap Mie Celor milik Haji Syafei, mulai dari Presenter asal Palembang Tanthowi dan Helmi Yahya, Anwar Fuadi.

Bahkan, mantan Presiden Megawati Soekarnoputri juga sangat menyukai mi celor Haji Syafei. Hal ini tak mengherankan karena suami Megawati, Taufik Kiemas, asli Palembang.

Kelezatan Mie Celor 26 ilir ini sangat terkenal, dan menjadi menu favorit saat sarapan. Bahkan jangan kaget jika berkunjung ke tempat ini kita terpaksa harus mengantri untuk menikmati sepiring mie celor, dengan kuah santan dan taburan udang plus telur rebus.

Satu porsi mie celor ini dihargai dengan Rp 12.000, - , minumannya bisa es jeruk atau es teh manis.

Bentuk mi celor ini lebih besar dari mi telur yang biasa digunakan untuk bakso atau bakmi. Mi celor menggunakan mi telur yang berwarna kuning, tetapi ukurannya jauh lebih besar dan lurus tidak keriting, lebih mirip spageti. Yang belum pernah menyantap mi celor akan menyangka makanan yang dihadapinya adalah varian spageti atau pasta khas Italia.

Pendatang dari Jakarta yang ingin membawa pulang mi celor sebagai buah tangan juga tidak ada halangan karena makanan ini bisa bertahan beberapa jam. Namun, harus dikemas secara terpisah, antara kuah dan bahan mi celor lain. Biasanya, pembeli yang ingin membawa ke Jakarta memesan terlebih dahulu dan diambil saat akan ke bandara. Tujuannya, agar mi celor tetap segar sampai di Jakarta.

Sayangnya, warung Haji Syafei belum membuat kemasan khusus untuk pemesan yang ingin membawa ke Jakarta sebagai oleh-oleh. Padahal, jika kemasannya rapi dan aman, tentu banyak orang Palembang yang akan memesan untuk membawa makanan tradisional tersebut.

Namun, pengelola warung Haji Syafei punya alasan, kemasan khusus akan menimbulkan biaya baru. Bahkan, kemungkinan harga kemasan sama mahalnya dengan produk mi celor itu sendiri. Selain itu, dengan bungkus plastik yang dilakukan saat ini, belum pernah ada keluhan dari pelanggan karena bungkus kuah mi celor pecah saat dibawa dalam kabin pesawat.

Belido Goreng nan Lemak Nian




Ikan belida adalah ikan kebanggaan orang Palembang yang semula banyak ditangkap dari Sungai Musi. Ikannya seperti berpunuk, dagingnya penuh lemak dan paling cocok untuk membuat otak-otak, pempek, maupun krupuk ikan. Rasa dan aromanya sangat khas. Saking populernya, ikan belida di Sungai Musi sudah semakin jarang populasinya, sehingga untuk memenuhi kebutuhan wong Kito Galo, maka belida pun kini harus didatangkan dai Sumatra Barat dan Kalimantan Barat. Seekor ikan belida hidup harganya mencapai Rp 125 ribu per kilogram.

Kelangkaan ikan belida menjadikan makin sedikit rumah makan yang dapat menyediakan menu belida bagi para tamu. Bahkan, untuk jenis pempek dari ikan belida, hanya tinggal satu tempat yang dapat menyediakannya. Selebihnya harus puas dengan ikan tenggiri dan ikan-ikan jenis lain untuk diolah menjadi pempek, otak, dan krupuk.

Ketika masih berukuran kecil, ikan belida berwarna kehitaman, dan disebut ikan putak. Semakin dewasa, warna kulitnya menjadi semakin cerah. Potongan ikan belida harus dibungkus dengan daun pandan agar tidak hancur tercerai-berai ketika digoreng. Maklum, dagingnya sangat banyak mengandung lemak yang baik untuk kesehatan. Sepotong ikan belida goreng harganya bisa mencapai Rp 50 ribu., setara dengan harga seekor udang galah berukuran setengah kilo.

Salah satu rumah makan yang masih menyediakan belida goreng adalah RM Mahkota Indah (ada 2 cabang di Palembang). Ikan belida goreng hanya disajikan berdasarkan pesanan dan langsung digoreng agar masih panas ketika disajikan. Bila digoreng ulang, lemaknya akan hilang dan hancur. Jangan khawatir dengan lemak ikan yang kaya Omega 3. Yang perlu dikhawatirkan justru adalah minyak yang dipakai untuk menggoreng.

RM Mahkota Indah juga terkenal dengan pindang kepala patin. Pindang adalah masakan khas Sumatra Selatan yang sangat mirip dengan asam-pedas dari Riau. Setidaknya ada empat jenis pindang yang populer di Sumsel, yaitu: Pindang Palembang, Pindang Musi Rawas, Pindang Sekayu, dan Pindang Meranjat. Masing-masing sesuai dengan nama kampung asalnya. Dari semua jenis itu, Pindang Meranjat –lah yang paling intens bumbunya dan agak kental kuahnya. Pindang yang lain agak encer. Ada juga pindang yang dicampur dengan tempoyak (fermentasi durian) yang agak kental kuahnya.

Di RM Mahkota Indah juga dapat dipesan pindang kepala ikan belida yang lebih berlemak. Pilihan lain adalah pindang kepala ikan baung (semacam lele laut). Ketiga jenis ikan ini mengandung lemak, sehingga sangat cocok dimasak pindang.

RM Mahkota Indah menyajikan hidangannya mirip rumah-rumah makan pindang, yaitu dengan menggelar berbagai lauk dalam pinggan-pinggan kecil. Jangan lewatkan ikan seluang goreng yang gurih renyah dengan sambal rusip (fermentasi ikan-ikan kecil) atau sambal tempoyak yang sungguh menawan.

Makanan Lubuk Linggau

Mari Mengenal Makanan Lubuk Linggau Tidak ada yang lebih menarik pada saat kunjungan ke kota lain selain mencari makanan daerah asli. Mendarat di kota Lubuk Linggau yang adalah bagian dari propinsi Sumatera Selatan, saya langsung bertanya kepada tuan rumah makanan-makanan khas kota Lubuk Linggau. Ternyata saya disodorkan beberapa makanan yang tidak asing di telinga saya yaitu makanan-makanan yang bisa saya temui di kota Palembang. Di antara nama-nama yang disodorkan adalah pempek, tekwan, model, otak-otak, burgo, dan lain-lain lagi. Kesemuanya bukan makanan yang asing bagi saya.Kota Lubuk Linggau adalah kotamadya kecil dalam arti sesungguhnya. Terletak cukup jauh dari kota Palembang karena berlokasi diperbatasan antara Sum-Sel dengan Bengkulu. Tidak heran jika Lubuk Linggau lebih dekat dicapai lewat Bengkulu, 3,5 jam jalan darat sedangkan dari Palembang bisa 5 sampai 6 jam lewat jalan darat.
Jalan utama Lubuk Linggau hanya 2 yaitu Jl.Yos Sudarso dan Jl. Sudirman. Jl. Sudirman adalah jalan di mana pasar berada sehingga yang ada adalah pasar dan ratusan toko klontong serta dipenuhi pedagang kaki lima yang membuat jalan Sudirman menjadi jalan yang paling semrawut di antara jalan-jalan lain. Jl. Yos Sudarso adalah jalan utama di mana bank dan kantor pemerintah berada kecuali kantor Walikota yang terletak jauh di pinggir kota Lubuk Linggau.
Pempek
Karena lahan yang tersedia di jalan utama tidak banyak maka rumah makan banyak tumbuh di jalan-jalan perumahan yang berubah fungsi menjadi restoran kecil. Teras dan terkadang ruang tamu menjadi tempat untuk menata meja dan kursi buat pelanggan bersantap.
Untuk malam pertama di Lubuk Linggau saya saya minta diantar ke tempat yang menjual pempek. Dalam waktu yang relatif singkat dari Jl.Yos Sudarso, hotel Citra, tempat saya menginap saya dibawa ke sebuah jalan kecil di mana ada rumah yang di halaman depannya terdapat gerobak kayu yang memajang berbagai jenis pempek. Di situ tidak hanya pempek, tekwan, dan model yang masih berbahan utama ikan dan sagu pun tersedia. Buat saya yang menggemari pempek maka saya segera mengenali kualitas pempek yang sedang saya santap tersebut sebagai pempek yang tergolong enak.
Martabak India
Keesokan paginya, sambil menyusuri jalan Yos Sudarso saya melihat sebuah rumah makan yang khusus menjual Martabak. Martabak ala kota Palembang yang saya kenal bukan seperti martabak yang biasa kita jumpai di Jakarta. Di Palembang ada martabak ala India yang sangat terkenal yaitu martabak ala India dengan nama HAR. Dikenal juga sebagai martabak India karena yang menjual adalah keturuanan India.
Saya penasaran ingin mencoba. Ternyata bahan dan cara membuatnya sama dengan martabak HAR tetapi bumbunya sama sekali berbeda. Kalau martabak HAR menggunakan bumbu kari kentang maka di Lubuk Linggau saya menjumpai saos bumbu yang rada asam. Ketika saya tanyakan pada ibu yang menjual, dia mengatakan bahwa bumbunya dari ketan dan kentang. Ketika saya tanyakan alasannya, secara sederhana dia mengatakan bahwa dia tidak tahu cara membuat saos bumbu kari seperti martabak HAR. Sangat polos dan jujur.
Model Gandum
Untuk keesokan harinya saya menanyakan kepada tuan rumah agar mencarikan jenis makanan daerah lain untuk makan pagi. Alhasil saya ditawarkan mencobai “model gandum”.
Buat saya model gandum bukan barang baru. Di Palembang, model gandum adalah makanan jajan sore hari yang keluar ke jalan-jalan umum menggunakan gerobak sekitar pukul 3 petang. Makanan yang terbuat seluruhnya dari gandum tersebut bukanlah makanan mahal sehingga populer sebagai makanan iseng sore hari.
Perbedaan model gandum di Palembang dengan Lubuk Linggau terletak pada ukurannya. Kalau di Palembang ukuran model gandum bisa berukuran 1.5 kali bola tenis lapangan maka di Lubuk Linggau ukurannyan lebih kurang sebesar bola tenis meja. Cara penyajiannya sama saja, dipotong-potong kecil kemudian disirami kuah bening dengan aroma rempah yang sangat kuat, khususnya biji cengkeh serta irisan kecil daging sapi. Tempat menjual model gandum yang kami kunjungi berupa warung kecil, sangat ramai dikunjungi pembeli sampai-sampai terjadi antrian dari mereka yang mau membungkus untuk dibawa pulang.
Mie
Makan pagi identik dengan makan mie, maka perburuan berikutnya adalah mencari mie ala Lubuk Linggau. Maka pagi hari kami menyusuri jalan Batur di mana ada sebuah restoran rumah yang memang spesialis menjual mie. Seperti tampak pada gambar, mie ala Lubuk Linggau tidak disajikan di mangkok melainkan disajikan dengan piring makan. Jika kita minta menu komplit maka akan diberikan pangsit, baso ikan, dan sayuran. Aslinya mienya dimasak dan dilengkapi dengan taoge tetapi kita bisa minta jangan diberi taoge jika tidak terbiasa.
Burgo
Nah makanan yang satu ini tidak sempat saya nikmati namun untuk mengobati penasaran pembaca saya ceritakan sedikit. Burgo terbuat dari adonan tepung gandum yang dibuat seperti dadar namun tipis kemudian digulung kemudian di potong-potong seukuran lebar 2 jari tangan. Kemudian disirami kuah santan berwarna kuning, diatasnya ditaburi bawang goreng dan boleh ditambahi sambal merah sesuai selera. Hem…nyam…nyammm…
Demikian sekilas wisata kuliner di tengah-tengah kunjungan saya ke kota Lubuk Linggau yang masih satu propinsi dengan Sumatera Selatan, tidak heran makanannya tidak jauh berbeda, tetapi rasa dan cara penyajian bisa berbeda. Orang tua bilang, “Lain padang lain belalang yang artinya menggambarkan lain daerah lain adat istiadatnya.

Raja Pempek Palembang

Pempek Palembang sesuai dengan namanya merupakan makanan khas Sumatera Selatan (palembang) yang terbuat dari bahan dasar ikan dan sagu. Penyajian pempek palembang selalu ditemani dengan semangkuk kuah pedas dan menggigit berwarna coklat kehitaman yang disebut dengan cuko / cuka.
Menurut sejarahnya, pempek telah ada di Palembang sejak masuknya perantau Cina ke Palembang, yaitu di sekitar abad ke-16, saat Sultan Mahmud Badaruddin II berkuasa di kesultanan Palembang Darussalam. Nama empek-empek atau pempek diyakini berasal dari sebutan “apek”, yaitu sebutan untuk lelaki tua keturunan Cina.
sipek pempek palembang
tampilan apek penjual pempek pada masanya (pic:jet li)
Berdasar cerita rakyat, sekitar tahun 1617 seorang apek berusia 65 tahun yang tinggal di daerah Perakitan (tepian Sungai Musi) merasa prihatin menyaksikan tangkapan ikan yang berlimpah di Sungai Musi. Hasil tangkapan itu belum seluruhnya dimanfaatkan dengan baik, hanya sebatas digoreng dan dipindang. Si apek kemudian mencoba alternatif pengolahan lain. Ia mencampur daging ikan giling dengan tepung tapioka, sehingga dihasilkan makanan baru. Makanan baru tersebut dijajakan oleh para apek dengan bersepeda keliling kota. Oleh karena penjualnya berkeliling dengan sepeda dan pembelinya sering mengejarnya dengan terburu-buru, maka dengan spontan para pelangganya sering memanggilnya dengan sebutan “pek” “sipek” “apek” (apek dalam bahasa tionghua berarti paman) , dan sering kali diucapkan berulang menjadi “pek pek” maka makanan tersebut akhirnya dikenal sebagai pempek palembang atau empek-empek palembang.
Menurut cerita lagi dahulu warga etnik tionghua mencari penghidupan di Palembang dengan cara berdagang, dan dalam upacara adat tertentu mereka menyajikan makanan dengan bahan dasar ikan dan tepung tapioka (sagu) untuk keperluan adat. Baru kemudian pada tahun 1916, makanan itu dijual oleh seorang keturunan Indonesia bernama Sipek.
Dalam perjalanannya pempek palembang sendiri mengalami banyak pengembangan menjadi beragam jenis, seperti kapal selam, adaan, dan lenjer yang selengkapnya bisa teman-teman baca di ‘jenis-jenis pempek palembang
Namun cerita rakyat ini patut ditelaah lebih lanjut karena singkong baru diperkenalkan bangsa Portugis ke Indonesia pada abad 16. Selain itu velocipede (sepeda) baru dikenal di Perancis dan Jerman pada abad 18. Walaupun begitu sangat mungkin pempek merupakan adaptasi dari makanan Cina seperti baso ikan, kekian ataupun ngohyang, mengingat pada saat ini kebanyakan pempek juga dijual oleh kaum keturunan Tionghua.
Nah sekarang pertanyaan yang tidak kalah penting? Apa teman-teman pembaca semua sudah pernah coba makanan Pempek Palembang? Kalau belum, ini merupakan jenis makanan yang masuk ke daftar ‘wajib’ untuk anda coba, karena selain luar biasa enak, pempek palembang memiliki nilai gizi yang tinggi, dan kabar baiknya adalah teman-teman bisa memperolehnya di sini. :)
pempek palembang asli
pempek asli palembang dari rajapempek
Posted in Uncategorized | Leave a comment

Pempek Palembang Paling Banyak Gizinya

Sebelum melanjutkan topik aneka pempek palembang kemarin, kali ini saya hendak menambahkan informasi tentang pempek palembang yang paling banyak gizinya.
Mungkin teman-teman sedang bertanya-tanya kira-kita pempek palembang yang paling banyak gizinya? Saya sendiri yakin sebagian pasti sudah bisa menebaknya…Yup betul, pempek palembang yang paling banyak gizinya adalah pempek kapal selam!
Mengapa pempek kapal selam adalah pempek palembang yang mengandung paling banyak zat gizi? Jawabannya simpel saja, karena di dalam pempek kapal selam terkandung bahan telur, baik telur ayam maupun telur bebek.
Komposisi zat gizi pempek berbeda-beda menurut jenis serta bahan baku ikan yang digunakan. Namun perlu dicatatt pempek kapal selam memiliki kadar protein, lemak, dan vitamin A lebih tinggi dibandingkan jenis lainnya karena adanya penambahan telur di dalamnya.
nah sekarang sudah tahu kan kenapa pempek kapal selam merupakan pempek yang paling tinggi nilai gizinya, penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memancing teman-teman untuk mencoba mencicipi pempek kapal selam, serta turut melestarikan masakan Indonesia :)
Posted in Uncategorized | 1 Comment

Pempek Palembang dan Macamnya

Bagi anda yang berasal dari Palembang, atau paling tidak pulau Sumatera, pasti tidak asing dengan istilah lenjer, pastel, adaan, keriting, kapal selam, ataupun model dan tekwan.
Namun dilain sisi temen-temen yang bukan dari Palembang atau Sumatera Selatan mungkin keheranan mendengar istilah-istilah antah berantah seperti kapal selam, lenjer, keriting, model dan tekwan. Seorang teman baik pernah berkomentar “Memangnya mau perang pak pake kapal selam segala??”, memang istilah tersebut mungkin kurang familiar dengan teman-teman yang kurang begitu paham tentang pempek palembang. Karena itu artikel kali ini mencoba membantu temen-temen untuk memahami lebih baik seluk beluk pempek palembang :)
Oke jenis pempek palembang kurang-lebih dapat dijabarkan sebagai berikut…Umumnya pempek dibagi berdasarkan dua ukuran yakni pempek kecil dan pempek besar (sama saja seperti martabak ada yang besar ada yang kecil :p). Pempek besar terdiri dari umumnya terdiri dari dua macam pempek yakni pempek kapal selam, dan pempek lenjer besar. Sedangkan golongan pempek kecil memiliki lebih banyak macam yakni pempek adaan, pempek lenjer kecil, pempek keriting, pempek pastel dan pempek telur atau kapal selam kecil.
Salah satu pempek yang paling laris di Jakarta atau kota-kota besar di pulau Jawa adalah pempek kapal selam. Terang saja pempek kapal selam merupakan jenis pempek palembang yang paling digemari konsumen, dikarenakan ukurannya yang cukup besar untuk mengenyangkan perut, di dalam pempek kapal selam ini sendiri terdapat telur (bisa telur ayam/telur bebek) yang sudah direbus, oleh karena itu setelah digoreng dan dicampur dengan bihun/mie, ketimun dan ebi rasanya menjadi tiada duanya. Selain itu perlu ditambahkan pempek kapal selam merupakan salah satu pempek yang mempunya bentuk paling menarik, dan tentunya nama yang unik dan ‘catchy’ yang menjadi nilai jual tersendiri.
Oke oke mejelaskan panjang lebar, tinggi pendek, luas volume bakal percuma kalau tanpa disertai gambar. Di bawah posting ini saya uploadkan gambar satu porsi pempek lengkap mulai dari pempek besar sampai pempek kecil kurang-lebih ada di sini. Lalu bagaimana dengan penjelasan pempek kecil lainnya? take it easy cowboy..nanti di artikel-artikel selanjutnya pasti saya jelaskan satu per satu secara lebih mendetil :)
Hayo yang mana lenjer, keriting, pastel dan kapal selam? harusnya dari penamaannya sudah bisa ditebak sendiri nih :)
Posted in Uncategorized | Tagged , , , , , , , , | 1 Comment

Pempek Palembang

Pempek Palembang..siapa sih yang gak tahu pempek palembang? Atau mungkin lebih sederhananya siapa sih yang gak tahu pempek?
Oke-oke mungkin beberapa orang belum pernah menyantap atau mendengar yang namanya pempek. So pempek atau yang dalam bahasa inggris disebut fish cake adalah sebuah makanan khas palembang yang dibuat dari tepung sagu dan ikan belida atau tenggiri, serta dimakan dengan cairan asam pedas berwarna hitam yang disebut cuka (ejaan palembang disebut ‘cuko’). Karena merupakan makanan asli palembang maka disebut juga Pempek Palembang.
Pada perkembangannya ternyata pempek gak cuman dibuat di palembang saja. Kenyataannya banyak orang-orang palembang yang bermigrasi ke ibukota jakarta dan membuat kedai-kedai pempek, toko pempek, atau rumah makan pempek, salah satunya Rajapempek yang ada di puri indah, jakarta barat :) . Namun perlu dicatat biasanya mereka masih membawa atribut asal daerah mereka, seperti menambahkan tulisan-tulisan ‘Aseli Palembang’ ‘Pempek Palembang 38′, ‘Pempek Wong Kito’ dan lain sebagainya.
Hal ini nyata sekali berbeda dengan pengembangan pempek di daerah lain sumatera selain Palembang, misalnya Lampung, dan Jambi. Di daerah ini pempek dikembangkan dengan cara yang unik juga. Pempek yang berasal dari lampung sering juga disebut ‘Pempek Lampung’. Mungkin pembaca pada bertanya apa bedanya antara pempek palembang dengan pempek lampung? Sebenernya antara pempek lampung dan pempek palembang tidak ada terlalu banyak perbedaan. Hanya saja yang biasanya menjadi pembeda utama antara keduanya adalah bahan ikan yang digunakan, asal muasalnya pempek palembang yang orisinil dibuat dari bahan ikan belida, sedangkan pempek lampung dibuat dari bahan ikan tenggiri. Loh koq bisa begitu?
Ya memang tidak bisa dipungkiri pempek dengan ikan belida, akan menghasilkan pempek yang lebih mantap rasanya, ikan belida ini terkenal dengan dagingnya yang lembut, kenyal dan tidak amis. Namun dalam perjalananya ikan belida menjadi ikan yang laka di habitatnya, dan ternyata ikan belida ini tidak terlalu berkembang dalam usaha budidaya manusia, so jadinya ikan belida dewasa ini lebih dikenal dengan ikan hias yang sering disebut ‘clown fish’ oleh dunia barat. Tetapi teman-teman pembaca tidak usah kuatir, karena ikan tenggiri merupakan ikan yang sangat cocok untuk menggantikan ikan belida sebagai bahan dasar pempek palembang. Secara rasa, kekenyalan, dan aromanya ikan tenggiri bisa dibilang tidak kalah dengan ikan belida.
Oke sekian dulu soal pempek, di lain kesempatan saya akan menulis lebih jauh tentang makanan khas palembang ini.
Sebagai bonus disini diberikan foto-foto pempek palembang serta ikan belida dan ikan tenggiri.
raja pempek palembang
pempek palembang, foto diambil dari rajapempek.com

ikan tenggiri, gambar diambil dari google images.

ikan belida, gambar diambil dari google images.

Kue-Kue Palembang Nan Lezat

BOLU 8 JAM KHAS MAKANAN PALEMBANG

bolu 8 jam 
Bolu 8 Jam
Tidak hanya Pempek yang paling terkenal sebagai masakan tradisional atau merupakan masakan khas kota Palembang selain itu juga ada resep masakan Palembang yang unik dengan kue 8 jam nya. Mengapa disebut bolu 8 jam karena waktu pembuatan kue bolu tersebut dibuat selama 8 jam lamanya. Bila penasaran untuk mencoba membuat bolu tersebut berikut bahan dan cara pembuatannya.

Bahan

22 butir telur bebek
1/2 sdt vanili
420 gr gula pasir
1 kaleng susu kental manis (395 cc)
2 sdm tepung terigu
50 gr margarin, cairkan
cetakan persegi ukuran 20x20 cm, olesi margarin, alasi kertas roti

Cara Membuat:
  1. Campur telur dan gula. Kocok-kocok hingga gula larut. Tuang susu kental manis. Aduk hingga rata;
  2. Masukkan terigu dan vanili. Aduk hingga rata. Tuang margarin cair. Aduk hingga rata;
  3. Tuang adonan ke cetakan. Kukus selama delapan jam;
  4. Tambahkan air di dandang dengan air mendidih setiap kali air susut;
Bolu 8 jam ini cocok untuk disajikan buat merayakan hari raya lebaran.
 

Tekwan, Bakso Ikan Khas Palembang




Bakso di Indonesia merupakan salah satu kuliner yang sangat terkenal keberadaannya. Sampai suatu hari saya mendapatkan sebuah pameo kalau belum pernah makan Bakso seperti menjadi manusia paling sial didunia. Pasalnya, Bakso merupakan makanan rakyat yang dijajahkan mulai dari kaki lima sampai hotel bintang lima.
Nah, kali ini saya tidak membahas soal Bakso secara umum tapi Bakso yang benar-benar istimewa. Ya, Bakso khas Palembang yang disebut Tekwan.
Tekwan, merupakan sebuah makanan khas yang berbahan dasar ikan Tenggiri yang berkuah (lagi-lagi) kaldu udang. Eh, tapi ada yang bertanya. Apa bedanya antara Tekwan dan Model?
Model itu sama seperti Tekwan yang juga berbahan dasar ikan Tenggiri tapi bentuknya dibuat sebesar Bakso Tenis dan ada isiannya yaitu Tahu. Pada saat akan disantap, Model akan dipotong kecil-kecil sehingga Tahu yang ada didalamnya ikut juga tersaji keluar. Pada kuah, umumnya Model disajikan dengan sedikit 'aksesoris' seperti irisan Mentimun dan Sohun dan kuah udangnya lebih pekat sehingga sedikit agak kemerahan dikarenakan daging udang yang memberi warna sedikit merah. Kalau Tekwan, ukuran Bakso ikannya lebih kecil sebesar ukuran lolypop. Pada penyajiannya, Tekwan sering disertakan dengan Sohun, Irisan Bengkoang, taburan Bawang Goreng, taburan Daun Seledri dan sedikit diberi Cuka Makan dan Kecap Asin. Kuahnya pun lebih sedikit lebih encer dan bening daripada kuah Model.
Di Palembang sendiri, Tekwan merupakan jajanan rakyat. Dimana-mana kita bisa menjumpai para penjual Tekwan mulai dari yang dijajahkan keliling sampai rumah makan khas Palembang.
Pada acara-acara lokal baik resmi maupun yang santai, Tekwan menjadi salah satu syarat wajib untuk menjamu para tamu. Karena, Tekwan itu sendiri memiliki filosofi kuat yang tergambar pada tampilannya yang berisi bola-bola Bakso ikan yang banyak yang memiliki arti perkumpulan atau persaudaraan. Jadi, kalau ada acara yang mengundang banyak orang tanpa adanya Tewan akan dianggap hambar dan kurang nilai acaranya. Karena menyantap Tewan tidak seserius menyantap Model karena bisa sambil berbincang-bincang. Ini dikarenakan ukuran Tekwan itu sendiri relatif mudah untuk dimakan.
Jika Anda ingin menikmati seporsi Tekwan, saya biasanya menyantap makanan sore ini di Pempek Candy. Pempek Candy sendiri adalah salah satu toko terkenal yang menyediakan makanan khas Palembang. Anda bisa menjumpainya mulai dari jalan R. Sukamto sampai jalan Jend. Sudriman. Harga per porsinya pun relatif terjangkau, mulai dari Rp. 8.000,- sampai Rp. 15.000,-.
Saya bisa menyarankan kepada Anda yang ingin menikmati Tekwan, sebaiknya menikmatinya pada sore hari karena akan terasa nikmat sekali. Dengan sedikit ditambahkan Cuko Pempek, maka Anda akan mendapatkan sensasi pedas khas dari seporsi Tekwan. Tidak usah ditambah cabe Tekwan lagi... Pokoknya coba saja, maka Anda akan mendapatkan kesimpulan yang sama dengan saya....

Sejarah Makanan Khas Empek-Empek Palembang

Pempek atau Empek-empek adalah makanan khas Palembang yang terbuat dari ikan dan sagu. Sebenarnya sulit untuk mengatakan bahwa pempek adalah pusatnya adalah Palembang karena hampir di semua daerah di Sumatera Selatan memproduksinya.

Penyajian pempek palembang ditemani oleh saus berwarna hitam kecoklat-coklatan yang disebut cuka atau cuko (bahasa Palembang). Cuko dibuat dari air yang dididihkan, kemudian ditambah gula merah, cabe rawit tumbuk, bawang putih, dan garam. Cuko adalah teman makan pempek yang setia, dibuat pedas untuk menambah nafsu makan. Ada juga cuko manis bagi yang tidak menyukai pedas.
Sejarah Makanan Khas Empek Palembang
Jenis pempek palembang yang terkenal adalah “pempek kapal selam” adalah telur ayam yang dibungkus dengan adonan pempek dan digoreng dalam minyak panas. Ada juga yang lain seperti pempek lenjer, pempek bulat (atau terkenal dengan nama “ada’an”), pempek kulit ikan, pempek pistel (isinya irisan pepaya muda rebus yang sudah dibumbui), pempek te lur kecil, dan pempek keriting.

Pempek bisa ditemukan dengan gampang di seantero Kota Palembang. Ada yang menjual di restoran, ada yang di gerobak, dan juga ada yang dipikul. Juga setiap kantin sekolah pasti ada yang menjual pempek.Tahun 1980-an, penjual pempek bisa memikul 1 keranjang pempek penuh sambil berkeliling Kota Palembang jalan kaki menjajakan makanannya!. Pempek sekarang ada dua jenis yaitu Parempek campuran antara Pare dan Pempek.

Menurut sejarahnya, pempek palembang telah ada di Palembang sejak masuknya perantau Cina ke Palembang, yaitu di sekitar abad ke-16, saat Sultan Mahmud Badaruddin II berkuasa di kesultanan Palembang-Darussalam. Nama empek-empek atau pempek diyakini berasal dari sebutan “apek”, yaitu sebutan untuk lelaki tua keturunan Cina.

Berdasar cerita rakyat, sekitar tahun 1617 seorang apek berusia 65 tahun yang tinggal di daerah Perakitan (tepian Sungai Musi) merasa prihatin menyaksikan tangkapan ikan yang berlimpah di Sungai Musi. Hasil tangkapan itu belum seluruhnya dimanfaatkan dengan baik, hanya sebatas digoreng dan dipindang. Si apek kemudian mencoba alternatif pengolahan lain. Ia mencampur daging ikan giling dengan tepung tapioka, sehingga dihasilkan makanan baru. Makanan baru tersebut dijajakan oleh para apek dengan bersepeda keliling kota. Oleh karena penjualnya dipanggil dengan sebutan “pek apek”, maka makanan tersebut akhirnya dikenal sebagai empek-empek atau pempek.

Namun cerita rakyat ini patut ditelaah lebih lanjut karena singkong baru diperkenalkan bangsa Portugis ke Indonesia pada abad 16. Selain itu velocipede (sepeda) baru dikenal di Perancis dan Jerman pada abad 18. Walaupun begitu sangat mungkin pempek palembang merupakan adaptasi dari makanan Cina seperti baso ikan, kekian ataupun ngohyang.

Pada awalnya pempek palembang dibuat dari ikan belida. Namun, dengan semakin langka dan mahalnya harga ikan belida, ikan tersebut diganti dengan ikan gabus yang harganya lebih murah, tetapi dengan rasa yang tetap gurih.

Pada perkembangan selanjutnya, digunakan juga jenis ikan sungai lainnya, misalnya ikan putak, toman, dan bujuk. Dipakai juga jenis ikan laut seperti Tenggiri, Kakap Merah, parang-parang, ekor kuning, dan ikan sebelah.

BELANAK SAMBAL TEKOKAK

Kali ini masakan kita mencoba resep ikan belanak, katanya sih ikan belanak ini enak, langsung saja kita coba yuk resepnya.
Bahan:
4 ekor (600 g) ikan belanak segar, siangi, kerat-kerat kedua sisinya
2 buah jeruk nipis, ambil airnya
minyak untuk menggoreng
Sambal Tekokak:
6 buah cabe merah, rebus
5 buah cabe rawit, rebus
1 buah tomat
3 butir bawang merah
1 sdt garam
1/2 sdt gula pasir
1/2 cm terasi
2 sdm minyak
50 g tekokak
Cara Membuat:
  • Lumuri belanak dengan air jeruk nipis, diamkan selama 15 menit
  • Goreng belanak dalam minyak panas di atas api sedang hingga matang dan berwarna kuning, Angkat, tiriskan. Sisihkan
  • Sambal tekokak: haluskan cabe merah, cabe rawit, tomat, bawang merah, garam, gula pasir dan terasi
  • Panaskan minyak, tumis sambal hingga harum. Tambahkan tekokak, aduk-aduk hingga layu. Angkat
  • Sajikan belanak dengan sambal tekokak
untuk 4 orang

Rendang Kering Khas Sumatera Selatan

Racikan bumbu dibuah menjadi sedikit pedas dan berasam segar.
Sejumlah pembeli menikmati masakan rendang kering dengan sayuran dan pindang patin di Kabupaten Muara Enim, Kamis (14/10) lalu. Masakan rendang yang selama ini identik dengan masakan khas Sumatera Barat ternyata bisa dimasak dan disajikan dengan gaya Sumatera Selatan.

Warung Makan Rendang boleh dibilang menjadi salah satu tempat kuliner yang cukup eksotik dan menyenangkan di wilayah Muara Enim. Rendang yang selama ini lebih dikenal sebagai makanan khas Sumatera Barat ternyata juga diolah secara menarik dan disajikan menjadi makanan khas Sumatera Selatan.

Pada Kamis (14/10) siang, panas terik membakar kota Muara Enim. Di salah satu lorong sempit di pusat kota tersebut, puluhan orang berjubel mengantre ke sebuah rumah makan yang lokasinya berada di suatu gang sempit.

Sepertinya benar pendapat sebagian masyarakat yang selalu mengatakan tempat kuliner yang bisa menyajikan sebuah masakan yang enak tetap akan dicari meskipun berada di lokasi terpencil. Hal inilah yang terjadi pada warung makan ”Rendang Datuk” di Jalan Pasar Kota, Muara Enim.

Dalam bahasa setempat, rendang datuk berarti rendang kering. Rendang tersebut dibuat dari daging sapi (empal) yang dikeringkan selama empat hari.

”Setelah setengah kering, baru kemudian bisa diproses menjadi rendang. Masakan rendang daging ini sangat sesuai jika disantap bersama pindang ikan maupun pindang tulang,” kata Rismaniar (40), pemilik rumah makan tersebut.

Ahli waris usaha
Rismaniar merupakan generasi kedua atau ahli waris usaha rumah makan yang didirikan oleh almarhum ayahnya, Min Nugraho, 20 tahun silam. Setelah kematian ayahnya lima tahun lalu, Rismaniar menjadi penerus usaha tersebut.

”Almarhum ibu sakit jadi tidak bisa meneruskan usaha ini. Setelah lulus sarjana, saya pikir-pikir kenapa tidak memanfaatkan peluang kerja yang sudah ada di depan mata,” ungkap ibu tiga anak tersebut.

Di tangan Rismaniar, perlahan-lahan usaha rumah makan tersebut mulai berkembang pesat. Langkah yang dilakukan antara lain rendang kering dicampuri abon sapi, serta dilengkapi dengan pindang patin dan pindang tulang. Dia juga mengubah racikan bumbu menjadi sedikit pedas dan berasam segar.
Butuh 30 kilogram
Jika kedua hal ini berhasil dipenuhi, Rismaniar yakin akan muncul kepercayaan dari pelanggan. Begitu pula dengan yang dialaminya saat menjalani bisnis rumah makan tersebut.

”Dua tahun lalu saya mulai mengubah bumbu dan cara penyajian. Hasilnya, pelanggan rumah makan ini melonjak tajam. Sampai-sampai, setiap hari saya harus berbelanja 30 kilogram daging sapi atau empal untuk memenuhi kebutuhan pelanggan,” katanya.

Harga satu porsi rendang kering yang ditawarkan pengelola rumah makan ”Rendang Datuk” ini cukup terjangkau bagi semua kalangan, yakni Rp 13.000. Jika ingin menambah sajian pelengkap seperti pindang patin atau pindang tulang, pelanggan tinggal menyiapkan uang Rp 7.000 saja. Jadi, total uang yang dibutuhkan untuk membeli rendang dan pindang itu tak lebih dari Rp 25.000.

”Perut sudah kenyang dan puas. Saya selalu mengajak istri makan rendang di sini karena rasanya bisa menggoyang lidah,” tutur Goffur (28), salah satu pelanggan yang ditemui di rumah makan tersebut.

Saking terkenalnya, pelanggan restoran tersebut ternyata tidak hanya berasal dari wilayah Muara Enim saja, tetapi dari berbagai kota/kabupaten di Sumsel lainnya. Menurut Rismaniar, dia sering menerima pelanggan dari perusahaan milik negara seperti PT Pertamina, PT Pusri, dan PT Bukit Asam.

”Biasanya, pelanggan dari kantoran ini mampir ke rumah makan saya ketika sedang berada dalam perjalanan dinas luar kota. Sebagian besar berasal dari Kota Palembang dan sebagian lainnya dari Kota Prabumulih. Pelanggan ini biasanya datang secara rombongan,” katanya.