Rabu, 11 Januari 2012

Buntak Goreng: Cemilan Tak Terlupakan

Buntak Goreng: Cemilan Tak Terlupakan

oleh: Dwi Putri Ratnasari - Kalimantan 2
Buntak yang menyerang tanaman jagung warga Dayak Iban Kedungkang

Foto Selengkapnya

"Panen kami gagal, karena ladang sedang diserang buntak." Keluh kesah itu berkali-kali saya dengar dari mulut beberapa warga Dayak Iban di Kedungkang, sebuah desa kecil yang tersembunyi dibalik rerimbunan hutan putat di sekitar Danau Sentarum.

"Yang datang ribuan, dan mereka memakan habis semua tanaman kami hanya dalam semalam," sambung seorang warga. Saya masih tidak nyambung dengan makhluk yang dinamakan buntak ini. Beberapa warga terus saja curhat di depan serambi rumahnya. Kami menyimak dengan seksama.

"Setiap malam kami harus mengambil buntak-buntak itu. Setiap orang bisa membawa lebih dari 5 liter buntak."

"Bagaimana caranya mengambil buntak saat malam hari?" tanya saya.

"Menggunakan senter, dan diambil dengan tangan begitu saja," jawab seorang warga lainnya.

"Lalu, dibunuh kah?"

"Kami goreng, dan makan sebagai lauk," ujar seorang ibu. Yang lain tertawa kecil melihat ekspresi kaget kami.

Tiba-tiba seorang bapak muncul dari balik pintu membawa sepiring buntak. "Silahkan kalau mau mencoba."

Olala, buntak ternyata nama lain dari belalang. Saya sering melihat belalang sebesar jari telunjuk tersebut di sekitar sawah ataupun kebun. Tapi tak pernah terbayang bahwa makhluk-makhluk ini adalah monster bagi petani.

Buntak-buntak ini terkapar tak berdaya, tubuhnya berkerut mengecil terkena panas minyak penggorengan. Saya bukanlah orang yang menyukai wisata kuliner ekstrim macam ini. Ya, tak pernah saya membayangkan untuk memakan berbagai serangga sebelumnya.

"Rasanya enak! Gurih! Cobalah…," bujuk para warga kepada kami yang masih terpana dengan tumpukan belalang goreng ini.

Mbak Anty, salah satu teman saya, akhirnya memberanikan diri mencoba satu buntak goreng berminyak ini. Dia tampak mengunyahnya dengan cepat, lalu berkata, "hm, enak kok!"

Para warga tertawa dengan puas mendengar komentar Mbak Antu. Lalu tiba giliran saya mengambil seekor buntak untuk dicoba. Agak geli membayangkan makhluk ini harus saya makan. Tapi tak ada pilihan lain, daripada terbawa penasaran.

"Hm. Crispy. Seperti udang," ujar saya akhirnya tersenyum. Ah, meskipun lauk ini begitu nikmat layaknya udang goreng, tapi saya tak berencana menjadikannya sebagai menu favorit di waktu lain. Masih ada perasaan geli, apalagi ketika mendapat kesempatan melihat langsung ribuan buntak hidup menyerang ladang warga.

0 komentar:

Posting Komentar