MAKANAN khas sering “bercerita” lebih banyak dari sebatas rasa di lidah. Kreasi makanan serta nuansa penyajiannya juga dapat menggambarkan tradisi bermasyarakat suatu daerah. Di Palembang, tradisi ini antara lain dapat ditemukan pada maksuba.
“Semua orang asli sini tahulah bagaimana bikin maksuba,” ujar Lis (27), seorang aktivis sebuah lembaga swadaya masyarakat di Palembang. Meski begitu, tak semua orang di kota tepian Sungai Musi ini cukup percaya diri menghidangkan maksuba buatan mereka kepada para tamu atau kerabat.
Maksuba adalah nama salah satu makanan tradisional Palembang. Makanan sejenis kue basah ini tidak banyak terdapat di toko-toko kue yang bertebaran di segenap penjuru kota. Meski begitu, terkadang maksuba justru dapat dijumpai di sebuah kedai makanan yang terdapat di Pasar Cinde, salah satu pasar tradisional tertua di pusat Kota Palembang.
Kue maksuba memang bukan kue yang biasa disajikan sembarang waktu. Dalam tradisi masyarakat Palembang, kue ini merupakan hidangan pada saat-saat istimewa, khususnya lebaran dan perayaan perkawinan yang tidak menghidangkan nasi. “Maksuba ini makanan kehormatan buat orang Palembang,” ujar Siti Romlah Ashari, anggota DPRD Kota Palembang.
Menyajikan hidangan istimewa memang diyakini sebagai bentuk penghormatan kepada kerabat dan tamu. Terlebih saat silaturahmi Lebaran, saling berkunjung untuk mempererat persaudaraan. Hidangan Lebaran rasanya tak lengkap tanpa maksuba.
“Apalagi buat pengantin baru, ada kewajiban memberi antaran ke mertua saat lebaran, yang paling bagus, ya, maksuba itulah. Dulu biasanya bikinan sendiri, kalau anak muda sekarang lebih sering pesan saja,” terang Halimah Yunus (48), pembuat kue tradisional di Palembang.
Ibu lima anak itu kini hanya memproduksi maksuba saat menjelang Lebaran. Beberapa Hari menjelang Lebaran, Ny Halimah bisa membuat sekitar 80 hingga 90 loyang kue maksuba untuk konsumsi keluarga maupun pesanan pelanggannya.
“Kalau mau cari yang enak betul, memang mesti pesan ke pembuat maksuba yang tulen. Lemak nian buatannya,” ujar Ny Siti Romlah sambil menyebut nama Halimah Yunus sebagai salah satu pembuat maksuba. Kata-kata lemak nian yang disebut Siti Romlah dalam bahasa daerah Palembang berarti sangat lezat.
Akan tetapi, pada kenyataannya, kue maksuba memang makanan yang berkadar kolesterol tinggi. Kue basah ini sama sekali tidak berbahan tepung. Menurut resep tradisional, macam bahan pembuatan maksuba tidak banyak. Hanya telur bebek, susu, mentega, dan gula.
Meskipun komposisi tak beragam, tetapi bahan pembuat maksuba ini jelas tergolong mahal. Selain biaya yang mahal, proses pembuatan maksuba pun memerlukan ketelatenan. Di situlah keistimewaan yang membuat maksuba dikenal sebagai “makanan kehormatan”.
***MAKSUBA biasanya dicetak dalam sebuah loyang berukuran 21 x 21 x 7 cm. Untuk setiap loyang maksuba itu, disiapkanlah adonan 28 butir telur, satu kaleng susu kental manis, seperempat kg mentega, dan sekitar delapan ons gula pasir.
Mula-mula telur, gula, dan mentega yang dicairkan dikocok hingga bercampur tanpa perlu mengembang. Setelah itu dicampurkan pula susu. Aroma kue dapat ditambahkan jika ingin mengurangi aroma telur dan susu yang sangat kuat.
Berbeda dengan penyiapan bahan adonan yang terkesan sederhana, pemanggangan kue ini lebih rumit. Pemanggang yang digunakan biasanya panggangan tradisional, semacam oven dengan pengapian di bagian bawah dan atas yang dinyalakan secara manual.
Adonan maksuba dipanggang sedikit demi sedikit sehingga kue yang dihasilkan berlapis-lapis. Untuk setiap lapisan, dituangkan sekitar 250 ml adonan ke dalam loyang. Setelah dipanggang matang, adonan dituangkan kembali di atas selapis maksuba tadi untuk membuat lapisan berikutnya.
Untuk mengimbangi rasa manisnya yang lekat, maksuba biasa disajikan bersama makanan khas Palembang lain yakni pempek, tekwan, atau model yang menonjolkan rasa gurih. Pempek, tekwan, maupun model yang sama-sama dibuat dari paduan adonan Tepung tapioka dan ikan ini dilengkapi dengan “cuko”, sejenis kuah asam pedas.
Meskipun tanpa pengawet, maksuba dapat bertahan sekitar empat hari sebelum perlu dikukus lagi agar tetap sehat dimakan. “Kalau dimasukin lemari es, seminggu tanpa dikukus juga enggak apa-apa,” ujar Halimah.Mengingat komposisi bahannya, tak heran, harga pemesanan maksuba mencapai Rp 75.000 hingga Rp 100.000 per loyang. “Kalau asal beli di pasar, apa bisa dijamin. Kadang telurnya dicampur telur ayam biasa karena telur bebek mahal. Makin sedikit pakai telur bebek, rasanya kan kurang enak,” ujar Siti Romlah.
Masih ada beberapa kue tradisional di Palembang yang hampir menyamai “kelas” maksuba, yakni kue delapan jam, engkak ketan, dan bolu lapis. Komposisi bahan kue delapan jam sama seperti maksuba. Namun, seluruh adonan kue ini dikukus sekaligus selama delapan hingga sepuluh jam.
Jika Anda berkunjung ke Palembang dan dijamu dengan kue-kue “kelas atas”, terutama maksuba, itu artinya Anda dihormati
0 komentar:
Posting Komentar